Rusia Pada tahun 1600, seorang pemuda berusia 16 tahun dikirim
orangtuanya ke kota Wilma, barat laut kota Minak, Rusia, untuk dididik
dalam ilmu perdagangan. Pemuda itu adalah Yohanes Kunzewich. Ia rajin
belajar dan bekerja; namun sementara itu cepat sekali ia menyadari bahwa
bakatnya bukan di bidang perdagangan. Ia sebaliknya lebih tertarik pada
hal-hal kerohanian.
Di
kota besar itu ia menyaksikan keadaan Gereja Rusia yang kacau balau,
oleh pengaruh skisma yang timbul di kalangan umatnya. Umat memutuskan
hubungannya dengan Gereja Roma dan tidak lagi mengakui Paus sebagai
pemimpin tertinggi Gereja. Tak sukar baginya untuk memilih mana Gereja
yang sebenarnya menurut kehendak Kristus. Ia yakin bahwa kebenaran dan
cintakasih Kristen tidak ditemukan di dalam cara-cara kekerasan, tipu
muslihat dan fitnah sebagaimana terlihat di dalam Gereja Ortodoks. Hidup
rohaninya mulai berkembang terlebih dengan turut-sertanya ia di dalam
kegiatan-kegiatan liturgi sebagai lektor atau penyanyi. Tidak ada
upacara di gereja Tritunggal Mahakudus yang diabaikannya.
Pada tahun 1604 ia masuk biara Tritunggal Mahakudus dan menerima nama
baru yaitu Yosafat. Jumlah calon di biara itu kurang sekali; tiga tahun
lamanya ia sendiri saja, bersama pemimpin biara, yang bergelar
Archimandret. Namun tujuan hidupnya jelas nyata yaitu: bertapa, berdoa
dan bermeditasi, serta bermatiraga untuk memohon dari Tuhan persatuan
Gereja Ortodoks dengan Gereja Roma dalam kandang kebenaran.
Pada tahun 1609 ia ditahbiskan menjadi imam; delapan tahun kemudian ia
menjadi Uskup Polotsk. Yosafat ternyata seorang uskup yang saleh dan
keras terhadap dirinya sendiri, tapi murah hati terhadap sesamanya. Ia
seorang rasul yang rajin, terutama giat dalam usaha untuk menciptakan
persatuan Gereja. Hasilnya nyata: Rusia Putih kembali kepada ikatan
cintakasih Kristus di bawah pimpinan wakilnya, Sri Paus di Roma. Banyak
orang memusuhi dia karena iri hati terhadap semua usahanya itu. Meskipun
demikian ia tidak takut. Ia bersedia mempertaruhkan nyawanya demi
cita-citanya mempersatukan Gereja.
Pada bulan Oktober 1623, ia pergi ke kota Witebesk, benteng orang
skismatik dengan maksud menyampaikan kotbah yang jelas mengenai
persatuan Gereja Kristus. Sementara itu musuh-musuhnya tetap mencari
jalan untuk membunuhnya. Pada tanggal 12 Nopember sesudah Misa, beberapa
penjahat masuk ke dalam kediamannya dan secara kejam menyerang dan
membunuh pelayan-pelayannya. Uskup saleh ini tampil ke depan dan dengan
berani mengatakan: "Aku inilah yang kamu cari. Mengapa kamu membunuh
pelayan-pelayanku yang tak bersalah ini?" Yosafat kemudian dibunuh juga
dan jenazahnya dibuang ke dalam sungai Dvina.
Kemartirannya membuka mata banyak orang skismatik yang kemudian bertobat
dan bersatu dengan Gereja Roma yang benar. Di antaranya ada seorang
Uskup Agung Ortodoks, pemimpin kaum oposisi.
Santo Nilus dari Sinai, Rahib dan Pengaku Iman
Nilus hidup pada pertengahan abad ke-4 di Konstantinopel. Pegawai
tinggi kaisar ini telah berumah tangga dan diberkati Allah dengan dua
orang anak. Tetapi lama kelamaan timbullah dalam hatinya hasrat untuk
menjalani hidup sebagai rahib di tempat yang sunyi demi pengabdian yang
total kepada Allah. Isterinya menyetujui perceraian mereka dengan syarat
putera sulung mereka tetap tinggal mendampinginya. Demikianlah Nilus
bersama Teodulus anaknya yang bungsu berangkat ke padang gurun Sinai,
dan menetap di sana sebagai rahib. Rencana hidupnya dapat diringkas
sebagai berikut: memuji Allah dengan perkataan, mengabdi kepadaNya
dengan perbuatan, dan berbakti kepadaNya dengan pikirannya.
Hidupnya yang suci serta aman-tenteram itu pada suatu hari diganggu
oleh serangan gerombolan penjahat orang-orang Arab. Banyak rahib
dibunuh. Nilus dapat menyelamatkan dirinya, akan tetapi puteranya
ditangkap dan ditawan sebagai budak.
Sesudah menguburkan jenazah teman-temannya, Nilus pun berusaha
mencari Teodulus. Namun ia tidak berhasil menemukannya. Pada suatu hari
secara kebetulan ia mendengar bahwa anaknya itu menjadi budak belian di
Eleusa, sebuah kota dekat Birseba. Ia pun berangkat ke sana tanpa
mengantongi uang sesen pun sebagai penebus Teodulus. Tidaklah mungkin ia
dapat menebus anaknya itu. Baginya hanya tinggal satu kemungkinan yaitu
menghadap Uskup Eleusa dan menceritakan kepadanya segala sesuatu yang
telah terjadi atas dirinya. Atas bantuan uskup itu Teodulus dapat
ditebus. Kemudian karena kepandaian serta kesalehan Nilus dan Teodulus,
mereka ditahbiskan menjadi imam. Mereka kemudian pulang ke Sinai untuk
kembali menjalani hidup tapa mereka di Sana. Nilus meninggal dunia pada
tahun 430 di gunung Sinai.
0 komentar:
Posting Komentar